Selasa, 27 Oktober 2009

Perjalanan Mahasiswa

Seorang pelajar SMA datang dan bertanya pada orang tuanya kemanakah ia seharusnya melanjutkan pendidikan tingginya, karena pada tahap ini banyak pertimbangan yang harus dipikirkan, dan itupun masih sering terjadi sekarang bahkan pad saat kita masuk ke dunia baru yang disebut dunia kampus. Dunia inilah yang banyak mengubah pola hidup seseorang, menjadi lebih baik atau menjadi lebih buruk. Dunia ini tidak mudah untuk dimasuki, banyak tantangan dan ujian dilalui. Mulai dari momok ujian nasional yang mengandung kontroversi, biaya pendidikan tinggi, sampai kepada persoalan penentuan jurusan yang kadang-kadang tidak sesuai dengan keinginan orang tua. Ketika semua ujian itu telah dilalui, maka sampailah si siswa menjadi sang mahasiswa. Transformasi kata siswa ke mahasiswa, terlihat begitu sangat terasa ketika terjadi pula transformasi kehidupan yang awalnya monoton menjadi mandiri. Ini dapat dilihat dari awal masuk ke universitas, ambil contoh universitas padjadjaran. Waktu penerimaan mahasiswa tahun 2005, penerimaan mahasiswa di dipati ukur dimulai jam 6 pagi, dimana tempat fakultas mipa ( jurusan farmasi tergabung mipa ) sangat tidak memadai, namun entah mengapa semua mahasiswa tidak ada yang mengeluh, mungkin karena itu masih pagi . Ketika semua protokoler telah selesai dan semua mahasiswa baru atau lebih dikenal dengan maba telah berharap bertemu kostan baru untuk segera tidur dan beristirahat, tiba-tiba ada pameran atau pagelaran ukm atau yang lebih dikenal dengan ekstrakulikuler ketika sma dan pengenalan BEM KEMA. Inilah awal pengenalan dari apa yang disebut dengan organisasi. Sebenarnya ini bukan awal dari pengenalan organisasi , tentunya ketika masa sekolah kita mengenal adanya osis, mpk, atau pun ekstra kulikuler penunjang. Tapi organisasi yang berada di kampus, tentunya tidak sama dengan organisasi di sekolah, apalagi melihat pergerakan reformasi tahun 1998, dimana mahasiswa sebagai motor dari pergerakan tersebut dengan organisasi bem dengan wadahnya jelas menimbulkan paradigma berbeda bagi maba yang merupakan hasil dari reformasi tersebut. Tentunya kehidupan mahasiswa di masa reformasi dan sekarang hampir berbeda. Mahasiswa pada era setelah reformasi cenderung menjadi apatis atas segala kebijakan pemerintah, padahal seperti kita ketahui sendiri mahasiswa berperan sebagai kaum intelektual independen yang membela kepentingan khalayak banyak dengan perspektif netral. Hal inilah yang dibentuk sejak memasuki dunia kampus melalui rumah yang disebut organisasi. Organisasi di dunia kampus dijelaskan lebih mendalam pada tingkat terkecil dalam kemahasiwaan yaitu pada tingkat jurusan atau yang lebih dikenal dengan hima. Bahkan tiap tahunnya, hima tiap-tiap jurusan mengadakan masa bimbingan dalam menyambut mahasiswa baru. Mabim ini dikemas sedemikian rupa sehingga timbul ketertarikan dan jiwa penggerak dari mahasiswa yang hampir luntur. Disinilah semua proses kaderisasi dari organisasi dimulai lebih mendalam dan lebih spesifik.
Seperti kita ketahui, organisasi dapat diibaratkan seperti mobil yang mempunyai motor di dalamnya sebagai alat penggerak. Organisasi kemahasiswaan dibentuk tanpa tujuan yang jelas. Setiap organisasi tentunya punya visi dan misi yang berbeda tergantung di jalur mana dia berjalan. Mahasiswa dalam dunia organisasi berperan sebagai motor dan pengendali dari semua hal yang berjalan. Disinilah fungsi dari kata maha diperuntukkan. Karena jiwa kemandirian dan intelektual dibarengi dengan profesionalitas untuk kemajuan organisasi tersebut pada khususnya dan masyarakat sebagai objek pada umumnya sangat dibutuhkan. Organisasi pun dapat menjadi alat yag lebih berbahaya, jika semua elemen penggerak organisasi tersebut, terutama mahasiswa mempunyai visi, misi, pola pikir yang jelas terhadap suatu kebijakan yang ada baik di masyarakat atau lingkungan kampus itu sendiri Ini dapa terlihat pada proses sejarah Indonesia , dimana kaum intelektual mahasiswa dapat mengubah sistem yang ada mulai dari penjajahan oleh bangsa lain hingga penjajahan oleh bangsa sendiri, mulai dari negara yang ingin merdeka secara nasional pada tahun 1945 hingga merdeka secara individual pada tahun 1998, semua dipelopori oleh mahasiswa dan organisasinya. Mereka tidak akan mungkin melakukan itu semua jika tidak tergabung dengan organisasi.
Namun, kenyataan begitu terlihat tragis ketika organisasi kemahasiswaan di zaman globalisasi ini mulai dianggap apatis bahkan oleh mahasiswa itu sendiri. Ini dapa terlihat dengan mulai matinya kepekaan mahasiswa terhadap kondisi dan realita di sekelilingnya, dan mulai menggangap bahwa organisasi hanyalah milik segolongan kaum atau komunitas dan tidak bahu membahu jikalau dia tidak terdapat didalamnya. Hal inilah yang kadang-kadang membuat opini bahwa sebenarnya mahasiswa sendirilah yang mematikan organisasi tanpa dia sadari. Yang tetap harus dijaga dalam organisasi adalah hubungan yang baik antara semua elemen eksternal dan internal dalam struktur organisasi tersebut agar segala perubahan dan hasil yang baik yang dihasilkan dapat diketahui dan dirasakan oleh semua golongan. Karena perubahan datang dari seseorang yang tidak memihak siapapun , dapat melihat lebih jernih dan berada di dalam objek kebijakan, dan punya kekuatan dan kemauan untuk selalu berubah, tentunya ke arah yang lebih baik. Dan semuanya hanya dimiliki oleh seorang mahasiswa yang tergabung dalam organisasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar